Menghitung Perubahan Volume Bukit Menggunakan data DEM Multisumber

“Mas, Tolong hitungkan berapa volume bukit yang berubah?

Secepat mungkin ya!”

 

Beberapa waktu yang lalu Mitra Geotama dipercaya salah satu client untuk membantu menganalisis berapa volume bukit yang berubah di suatu lokasi. Pada waktu itu, bukit sudah terlanjur dilakukan pengerukan. Idealnya dalam menghitung perubahan volume dibutuhkan data topografi sebelum dan sesudah pengerukan. Kenyataannya data topografi (kontur/DEM) sebelum pengerukan tidak disediakan oleh client. Kalau setelah pengerukan, relatif tidak masalah, karena kita bisa menggunakan drone atau uav sebagai tools untuk akuisisi datanya. Lalu, bagaimana dengan data sebelum pengerukan?

Pengumpulan data topografi sebelum pengerukan ada beberapa jenis data, antara lain garis kontur dan titik tinggi peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000 dan data DEM TerraSAR X. Kemudian untuk data topografi setelah pengerukan dipilihlah akuisisi data foto udara menggunakan drone. Kenapa menggunakan drone, karena apabila melakukan pengukuran terrestris, waktu yang tersedia tidak cukup. Data sebelum (T1) dan sesudah (T2) tersebut pastinya tidak berimbang dari segi kualitas terutama akurasi atau ketelitiannya. Namun, tidak ada pilihan lain, karena hasil analisis ini untuk masukan pengambilan keputusan oleh client dengan ketersediaan waktu yang relatif cepat.

 

Akuisisi Foto Udara di lokasi Pekerjaan

Berangkatlah kami untuk melakukan akuisisi data foto udara di lapangan. Tidak sampai setengah hari, akuisisi data foto udara sekaligus pengukuran titik control (Ground Control Point) berhasil diselesaikan. Mosaic Orthophoto yang dihasilkan cukup bagus baik tingkat kedetilan maupun akurasi horizontalnya dengan ukuran GSD ± 6cm, yang artinya satu pixel di mosaic orthofoto setara dengan 6 cm di ukuran sebenarnya lapangan. Setelah dilakukan cek geometric absolut menggunakan titik Independent Check Point (ICP), didapatkan ketelitian horizontal dari mosaic orthofoto ini sebesar 0.756 m. Hal tersebut berarti bahwa mosaic foto udara ini apabila terjadi pergeseran posisinya tidak lebih dari nilai tersebut, sehingga dapat digunakan untuk sumber data pemetaan pada ketelitian skala 1:2.500 level 2. Dikaitkan dengan tujuan pemetaan untuk perhitungan volume perubahan bukit, maka secara horizontal data foto udara yang dihasilkan ini sudah layak dan mencukupi secara kualitas geometric.

Gambar 1. Akusisi data foto udara di lapangan dan pengukuran Ground Control Point (GCP)

 

Berdasarkan data DSM ini ketinggian bangunan permukiman dapat diidentifikasi dengan baik. Ketelitian vertikal secara absolut diuji dengan ICP juga, dimana titik ICP terpasang di Terrain (atas tanah) maka dapat digunakan juga untuk uji akurasi DTM. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ketelitian Vertikal dari data ketinggian ini mampu mencapai 2.15 m. Hal tersebut sudah cukup memenuhi untuk pemetaan volume di wilayah kajian, dengan data ketinggian lainnya berupa DEM TerraSAR ataupun DEM RBI pada ketelitian jauh dibawahnya.

Gambar 2. Hasil Mosaic Orthofoto dan Digital Surface Model (DSM) lokasi pekerjaan.

 

Tabel 1. Uji Ketelitian Horizontal (m) Mosaic Orthofoto

 

Tabel 2. Uji Ketelitian Vertikal (m) Digital Elevation Model hasil akuisisi Foto Udara

 

DSM to DEM

Pemrosesan Digital Surface Model (DSM) dari data akuisisi UAV menjadi Digital Elevation Model (DEM) yang berupa data ketinggian pada ground atau permukaan tanah. Pada prinsipnya pemrosesan ini menghilangkan feature surface seperti bangunan atau manmade feature lainnya serta vegetasi. Proses penghilangan ketinggian surface tersebut dilakukan secara semi otomatis menggunakan filtering berdasarkan input masukan model lereng dan DSM, serta di-refinement berdasarkan interpretasi visual. Batasan area yang diproses menjadi ketinggian ground adalah area yang diinterpretasi mengalami perubahan, selain itu yang tidak dibangun dianggap mempunyai ketinggian yang sama baik waktu sebelum pembangunan (T1) maupun setelah pembangunan (T2). Penghilangan ketinggian surface seperti ketinggian bangunan dimaksudkan agar perhitungan volume tidak overestimate.

 

Gambar 3. Proses semi-automatic pengolahan DSM menjadi DEM.

 

Gambar 4. Perbandingan hasil proses DSM menjadi DEM.

 

 

Penyamaan referensi ketinggian DEM (T1) dan DEM (T2)

Kajian ini menggunakan beberapa data Digital Elevation Model (DEM) yang multisumber untuk perhitungan volume waktu sebelum pembangunan dan setelah pembangunan. Ketiga data tersebut antara lain: DEM dari kontur dan titik tinggi RBI, DEM dari TerraSAR X dan DEM dari pemotretan udara yang mempunyai perbedaan base elevasi. Berdasarkan hal tersebut, perlu menyamakan atau mengurangi perbedaan ketinggian tersebut agar berada pada satu level ketinggian yang sama. DEM dari pemotretan udara (T2), karena ground control point yang digunakan, diukur dengan GNSS Geodetic yang terreferensi dengan CORS BIG dan ditransformasikan ke GEOID (http://srgi.big.go.id/srgi2/geoid), maka dianggap ketinggiannya sebagai rujukan bagi data lainnya. Sehingga, data DEM RBI dan DEM TerraSAR-X direferensikan untuk mendekati/berimpit dengan data DEM foto udara. Berikut merupakan profil melintang yang menunjukkan bahwa ketinggian dari ketiga data DEM tersebut berbeda level base-nya.

Gambar 5. Perbandingan profil melintang karena perbedaan base level dari DEM multisumber.

 

Gambar 6. Perbandingan profil melintang setelah penyamaan referensi ketinggian, ketiga jenis DEM lebih berimpit.

 

Resampling Pixel Size DEM

Ketelitian vertikal dan horizontal tiap DEM sebenarnya berbeda, dimana RBI dengan ketelitian vertikal 0.5*contour interval atau sekitar ± 6.25m dan diinterpolasi menjadi DEM pada pixel size 10m (sedikit dipaksakan). TerraSAR X berupa data Digital Surface Model (DSM) dengan pixel size 9m, ketelitian vertikalnya belum bisa diketahui pada kajian ini. Kemudian untuk data DEM terbaru adalah dari hasil pemotretan udara, dengan pixel size 0.25m. Hal ini akan menyebabkan perhitungan volume cenderung overestimate. Berdasarkan hal tersebut, kami mengajukan perhitungan volume dilakukan dengan beberapa skenario yaitu dengan perbandingan pixel size yang berbeda seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Variasi pixel size dari DEM multisumber

Gambar 7. Ilustrasi modifikasi pixel size data DEM.

 

 

Perhitungan Cut and Fill wilayah kajian

DEM T1 dan T2 tersebut tidak bisa langsung dihitung cut and fill, hal ini dikarenakan tidak semua area dilakukan pemrosesan dari data DSM ke DTM. Alasan kedua berkaitan dengan perbedaan jenis data yang akan mengurangi kedetilan hasil perhitungan, karena akan tercampur dengan ketinggian surface seperti vegetasi yang rapat di sekitar area kajian. Sehingga dilakukanlah interpretasi visual untuk membatasi area yang mengalami perubahan lereng. Adapun kunci-kunci interpretasinya antara lain:

  1. Apabila rona pada foto udara cerah dan berwarna putih atau kekuningan, maka terindikasi merupakan lereng yang terbuka.
Gambar 8. Kunci Interpretasi perubahan lereng pertama, lereng terbuka.

 

  1. Apabila ditemui seperti point pertama dan pada citra sebelumnya tertutup vegetasi, maka diindikasikan terjadi perubahan lereng.

 

Gambar 9. Kunci Interpretasi perubahan lereng kedua, berdasarkan citra multitemporal mengalami perubahan.

 

  1. Apabila ditemui pada DEM dengan tekstur lereng yang lebih halus dan seragam, diindikasikan terjadi modifikasi lereng. Hal ini dilakukan, karena terkadang lereng hasil modifikasi tersebut sudah ditumbuhi semak.
Gambar 10. Kunci Interpretasi perubahan lereng ketiga, lereng yang halus mengindikasikan perubahan dari kondisi sebelumnya.

 

Gambar 11. Area yang mengalami perubahan (modifikasi) lereng.

 

Adapun hasil perhitungan volume bukit yang berubah seperti pada tabel berikut ini. Sedangkan setelah diskusi dengan client dan narasumber dipilihlah scenario no. 5 dengan ukuran pixel untuk foto udara di downscale menjadi 10m.  untuk hasil dari perubahan volumenya. Hal tersebut lebih dapat dipertanggung jawabkan dengan data multisumber tersebut, daripada alternatif pixel size lainnya. Pengalaman ini masih jauh dari sempurna, namun setidaknya dapat dijadikan gambaran bagi rekan-rekan yang barangkali di kemudian hari menemui kasus yang sama. Semoga bermanfaat.

1 thought on “Menghitung Perubahan Volume Bukit Menggunakan data DEM Multisumber

  1. Belajar GIS IUWASH Reply

    Tulisannya sangat membantu untuk melakukan analisis volume menggunakan data DEM yang diolah dengan GIS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.